Keselamatan kerja dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang
bebas dari resiko kecelakaanatau kerusakan atau dengan resiko yang relatif
sangat kecil dibawah nilai tertentu. Sedangkankesehatan kerja dapat diartikan
sebagai kondisi yang dapat mempengaruhi kesehatan para pekerja. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalahsuatu
kondisi kerja yang terbebas dari ancaman bahaya yang mengganggu proses
aktivitas danmengakibatkan terjadinya cedera, penyakit, kerusakan harta benda,
serta gangguanlingkungan. OHSAS 18001:2007 mendefinisikan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja sebagaikondisi dan factor yang mempengaruhi atau akan
mempengaruhi keselamatan dan kesehatan pekerja (termasuk pekerja kontrak
dan kontraktor), tamu atau orang lain di tempat kerja. Daridefinisi keselamatan
dan kesehatan kerja di atas serta definisi Keselamatan dan KesehatanKerja
(K3) menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dan OHSAS dapat disimpulkan
bahwaKeselamatan dan Kesehatan kerja adalah suatu program yangmenjamin
keselamatan dankesehatan pegawai di tempat kerja.
2. DASAR HUKUM K3
Ada minimal 53 dasar hukum tentang K3 dan puluhan dasar
hukum tentang Lingkungan yangada di Indonesia. Tetapi, ada 4 dasar hukum yang
sering menjadi acuan mengenai K3 yaitu:
- Dalam Undang-Undang (UU) No. 1 Tahun 1970
Tentang Keselamatan Kerja, disana terdapat Ruang Lingkup Pelaksanaan,
Syarat KeselamatanKerja, Pengawasan, Pembinaan, Panitia Pembina K-3, Tentang
Kecelakaan, Kewajiban danHak Tenaga Kerja, Kewajiban Memasuki Tempat Kerja,
Kewajiban Pengurus dan KetentuanPenutup (Ancaman Pidana). Inti dari UU ini
adalah, Ruang lingkup pelaksanaan K-3ditentukan oleh 3 unsur:
a. Adanya Tempat
Kerja untuk keperluan suatu usaha,
b. Adanya Tenaga Kerja yang bekerja di
sana
c. Adanya bahaya kerja di tempat itu.
2. UU No. 21 tahun 2003
Tentang
Pengesahan ILO Convention No. 81 Concerning Labour Inspection in Industry
andCommerce (yang mana disahkan 19 Juli 1947). Saat ini, telah 137 negara
(lebih dari 70%)Anggota ILO meratifikasi (menyetujui dan memberikan sanksi
formal) ke dalam Undang-Undang, termasuk Indonesia.
3. UU No. 13 tahun 2003
Tentang
Ketenagakerjaan, khususnya Paragraf 5 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja, pasal 86 dan 87. Pasal 86 ayat 1berbunyi: “Setiap
Pekerja/ Buruh mempunyai Hak untuk memperoleh perlindungan atas Keselamatan dan Kesehatan Kerja.”
Aspek Ekonominya adalah Pasal 86 ayat 2: ”Untuk melindungi
keselamatan Pekerja/ Buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal
diselenggarakan upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja.”Sedangkan Kewajiban penerapannya ada dalam pasal 87: “Setiap Perusahaan wajib menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja yang terintegrasi denganSistem Manajemen Perusahaan.”
4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No.
Per-05/MEN/1996
Tentang Sistem Manajemen K3. Dalam Permenakertrans yang terdiri
dari 10 bab dan 12 pasalini, berfungsi sebagai Pedoman Penerapan Sistem
Manajemen K-3 (SMK3), mirip OHSAS18001 di Amerika atau BS 8800 di Inggris.
3. TUJUAN K3
tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai
berikut:
a. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan
dan kesehatan kerja baik secara fisik,sosial, dan psikologis.
b. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja
digunakan sebaik-baiknya selektif mungkin.
c. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
d. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan gizi pegawai.
e. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja,
dan partisipasi kerja.
f. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang
disebabkan oleh lingkungan atau kondisikerja.
g. Agar
setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja
4. RUANG LINGKUP K3
Ruang lingkup tindakan K3 dilakukan di setia pekerjaan,
kapanpun dan di manapun. Tindakan keselamatan kerja dilakukan di tempat kerja,
di lingkungan keluarga "rumahtangga, lingkungan masyarakat. Adapun
syarat-syarat pelaksanaan K2 diperuntukan untuk:
1.
Mencegah dan mengurangi kecelakaan
2.
Membuat jalan penyelamatan (emergency eXit),
3.
Memberi pertolongan pertama(first AIds PPPK),
4.
Memberi peralatan pelindung pada pekerja dan
alat kerja,
5.
mempertimbangkan factor-faktor kenyamanan kerja,
6.
Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit
fisik dan psychis
5. KESELAMATAN KERJA DI INDONESIA
Statistik Keselamatan Kerja di Negara
Maju dan Berkembang
Menurut Badan Keselamatan Nasional, setiap tahun di Amerika
Serikat hampir 100.000 kematian akibat kecelakaan dan kira-kira 9 orang
terluka. Sebagai konsekwensinya banyak perusahaan beroperasi secara sederhana,
sejauh mana kekhawatiran keselamatan, sekitar 15.000 kecelakaan fatal ditempat
bekerja dan 2 jura terluka akibat pekerjaan. Total biaya yang dikeluarkan
perusahaan mencapai beberapa miliar dollar per tahunnya.
Taksiran untuk frekwensi kecelakaan dan rata-rata kecelakaan telah
menunjukkan standart nilai yang sangat berarti sebagai perbandingan antara
beberapa perusabaan. Rata-rata frekwensi dinyatakan sebagai angka, yang
kehilangan waktu pada saat terluka persejuta/jam pekerja setiap shift selama
kecelakaan berlangsung. Tingkat kecelakaan menunjukkan keseriusan di dalam
waktu yang hilang akibat kecelakaan dan dinyatakan dengan jumlah hari/1000 jam
kerja. Rata-rata frekwensi dan rata-rata kecelakaan dapat dinyatakan sebagai
berikut :
Waktu - hilang saat terluka x 106
Rata - rata Frekwensi = --------------------------------------
Total jam kerja
Hari yang hilang x 103
Rata - rata Kecelakaan = -------------------------------------
Total jam kerja
Sebagai contoh, diasumsikan ada
200 pekerja pabrik, 5 diantaranya terluka selama periode waktu 6 bulan, waktu
total selama 150 hari, Rata-rata frekwensi pada pabrik ini selama periode
tersebut adalah :
5 terluka x 106
Rata-rata Frekwensi =
---------------------------------------------------------
200 pekerja x 40 jam/pekerja/minggu x 26 minggu
Rata-rata Frekwensi = 72
Setiap unit masing-masing (106 jam kerja untuk rata-rata
frekwensi, 103 untuk rata-rata kecelakaan) sebagai hasil angka yang sangat
besar atau menunjukkan bagian desimal terkecil. Data tertera pada Dewan
Keselamatan Nasional menunjukkan variasi diantara beberapa industri, rata-rata
frekwensi berkisar antara 2 - 5, sementara rata-rata kecelakaan berkisar antara
1 - 5.
Perhitungan untuk rata-rata kecelakaan juga sedikit membingungkan
untuk kecelakaan yang melibatkan kemampuan permanen, waktu standart yang
digunakan dan waktu aktual yang hilang disebabkan korban diabaikan. Sebagai
contoh, jika seorang pekerja kehilangan ibu jarinya pada saat kecelakaan, waktu
yang dipakai adalah 600 hari sebagai waktu aktual yang hilang, 600 hari muncul
sebagai waktu yang mengurangi hari kerja seorang pekerja. Jika ditemukan
seorang pekerja meninggal saat bekerja maka rata- rata waktu bekerja diharapkan
kira-kira 20 tahun, jumlah 6000 hari digunakan untuk menghitung fatalitas
terberat. Waktu yang lain ditemukan pada jadwal yang lengkap yang ditentukan
oleh standart Asosiasi Amerika termasuk 3000 hari untuk kehilangan tangan dan
1800 hari untuk kehilangan satu mata. Total kecacatan seperti kehilangan
pandangan pada ke dua mata tercatat sebagai biaya paling maximum selama 6000
hari.
Perhitungan rata-rata kecelakaan dengan memakai rumus yang
ditunjukkan disini sangat tidak berarti untuk tujuan membandingkan setidaknya
sampai 1 juta jam kerja seorang pekerja (untuk rata-rata frekwensi) atau 1000
jam yang hilang akibat terluka (untuk rata-rata kecelakaan). Untuk lebih
menyakini kurang dari data yang mempengaruhi sangat mudah dengan mengubah
varisasi dan akan menunjukkan kenyataan suatu fluktuasi rata-rata kecelakaan.
Pabrik yang kecil dapat memakai periode yang panjang untuk menghitung rata-rata
tersebut, itu sebabnya dengan menambah sampel yang dipakai.
Sebab-sebab Kecelakaan Kerja di Pabrik dan Penanganannya
Kecelakaan tidak terjadi begitu saja, kecelakaan terjadi karena
tindakan yang salah atau kondisi yang tidak aman. Kelalaian sebagai sebab
kecelakaan merupakan nilai tersendiri dari teknik keselamatan. Ada pepatah yang
mengungkapkan tindakan yang lalai seperti kegagalan dalam melihat atau berjalan
mencapai suatu yang jauh diatas sebuah tangga. Hal tersebut menunjukkan cara
yang lebih baik selamat untuk menghilangkan kondisi kelalaian dan memperbaiki
kesadaran mengenai keselamatan setiap karyawan pabrik.
Diantara kondisi yang kurang aman salah satunya adalah
pencahayaan, ventilasi yang memasukkan debu dan gas, layout yang berbahaya
ditempatkan dekat dengan pekerja, pelindung mesin yang tak sebanding, peralatan
yang rusak, peralatan pelindung yang tak mencukupi, seperti helm dan gudang
yang kurang baik.
Diantara tindakan yang kurang aman salah satunya diklasifikasikan
seperti latihan sebagai kegagalan menggunakan peralatan keselamatan,
mengoperasikan pelindung mesin mengoperasikan tanpa izin atasan, memakai
kecepatan penuh, menambah daya dan lain-lain. Dari hasil analisa kebanyakan kecelakaan
biasanya terjadi karena mereka lalai ataupun kondisi kerja yang kurang aman,
tidak hanya satu saja. Keselamatan dapat dilaksanakan sedini mungkin, tetapi
untuk tingkat efektivitas maksimum, pekerja harus dilatih, menggunakan
peralatan keselamatan.
Begitupun, pelatihan yang diberikan kepada pekerja harus
dianalisa, untuk seseorang yang berada di kelas pelatihan kecenderungan
kecelakaan mungkin hanya sedikit yang diketahuinya. Satu lagi pertanyaan yang
tak terjawab ialah apakah ada hubungan yang signifikan antara kecenderungan
terhadap kecelakaan yang kecil atau salah satu kecelakaan yang besar.
Pendekatan yang sering dilakukan untuk seorang manager untuk salah
satu faktor kecelakaan terhadap pekerja adalah dengan tidak membayar upahnya.
Bagaimanapun jika banyak pabrik yang melakukan hal diatas akan menyebabkan
berkurangnya rata-rata pendapatan, dan tidak membayar upah pekerja akan membuat
pekerja malas melakukan pekerjaannya dan terus membahayakan diri mereka ataupun
pekerja yang lain. Ada kemungkinan bahwa kejadian secara acak dari sebuah
kecelakaan dapat membuat faktor-faktor kecelakaan tersendiri.
Seorang teknisi terlatih akan keselamatan kerjanya dapat mencegah
jumlah kecelakaan melalui analisa setiap pekerjaan pada pabrik dari setiap
peraturan keselamatan. Tentu saja, metoda analisa juga harus memperhatikan
tanda-tanda keselamatan pekerja yang mereka pelajari untuk tujuan perencanaan
proses dan ekonomis. Catatan di Inggris menunjukkan bahwa pabrik di negara
tersebut memiliki metode teknologi instalasi sebagai program untuk mengurangi
kecelakaan.
Sebelum menyelesaikan suatu studi kasus, analisa keselamatan harus
bisa menentukan, tujuan setiap pekerjaan. Jika fakta-fakta tersebut ditentukan
sebelumnya, seleksi dan penempatan, kedua perusahaan dan pekerja mendapatkan
keuntungan.
Gangguan-gangguan pada kesehatan dan
daya kerja akibat berbagai faktor dalam pekerjaan bisa di hindari. Dengan
syarat buruh dan pihak pengelola perusahaan melakukan tindakan antisipasi
terhadap resiko kecelakaan kerja. Perundangan tidak akan ada faedahnya, apalagi
pemimpin perusahaan atau industri tidak melaksanakan ketetapan ketetapan
perundangan itu.
Untuk mencegah gangguan kesehatan dan daya kerja, ada beberapa usaha yang dapat dilakukan agar para buruh tetap produktif dan mendapatkan jaminan perlindungan keselamatan kerja, yaitu pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja, pemeriksaan kesehatan berkala, yaitu untuk evaluasi dan pendidikan tentang kesehatan dan keselamatan kepada para buruh.
Hal lainnya adalah penyuluhan sebelum bekerja agar mereka mengetahui dan mentaati peraturan dan lebih berhati-hati. K3 bukan tanggung jawab pemerintah dan pengusaha saja, tapi kewajiban bersama antar pemerintah, pengusaha, pekerja dan masyarakat.
Implementasi K3 dan Jamsostek di Indonesia
Di era
globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun 2020
mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang
ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang
harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk
mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja
Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat
Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku
sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata,
serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Kesehatan
dan Keselamatan Kerja atau K3 adalah suatu sistem program yang dibuat bagi
pekerja maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan (preventif) timbulnya
kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja
dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan
penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal
demikian.
Tujuan dari
dibuatnya sistem ini adalah untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul
kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja. Namun, patut disayangkan
tidak semua perusahaan memahami arti pentingnya K3 dan bagaimana
implementasinya dalam lingkungan perusahaan. Selain itu, tujuan K3, antara lain
sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan pekerja yang setinggi-tingginya
dan sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit dan kecelakaan-kecelakaan
akibat kerja. Tujuan lainnya adalah sebagai alat untuk mempertinggi
produktivitas pekerja.
Merupakan hal yang sangat penting bagi setiap orang yang bekerja
dalam lingkungan perusahaan, terutama yangsecara khusus bergerak di bidang produksi,
untuk dapat memahami arti pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja dalam
bekerja kesehariannya. Hal ini memiliki urgensi yang besar, baik untuk
kepentingan diri sendiri maupun karena aturan perusahaan yang meminta untuk
menjaga hal-hal tersebut dalam rangka meningkatkan kinerja dan mencegahpotensi
kerugian bagi perusahaan. Namun yang menjadi pertanyaan adalah seberapa penting
perusahaan berkewajiban menjalankan prinsip kesehatan dan keselamatan kerja
(K3) di lingkungan perusahaannya.
Patut diketahui pula bahwa ide tentang K3 telah ada sejak dua puluh
tahun yang lalu, namun hingga saat ini, masih ada pekerja dan perusahaan yang
belum memahami korelasi antara K3 dengan peningkatan kinerja perusahaan, bahkan
tidak mengetahui eksistensi aturan tersebut. Akibatnya, seringkali mereka
melihat fasilitas K3 sebagai sesuatu yang mahal dan seakan-akan mengganggu
proses bekerja. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu dipahami terlebih
dahulu landasan filosofis pengaturan K3 yang telah ditetapkan pemerintah dalam
undang-undang.
Terdapat tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraan
K3, yaitu: (1) seberapa serius K3 hendak diimplementasikan dalam perusahaan;
(2) pembentukan konsep budaya malu dari masing-masing pekerja bila tidak melaksanakan
K3 serta keterlibatan berupa dukungan serikat pekerja dalam pelaksanaan program
K3 di tempat kerja; dan (3) kualitas program pelatihan K3 sebagai sarana sosialisasi.8
Hal lain yang juga diperlukan dalam rangka mendukung terlaksananya program K3
adalah adanya suatu komite K3 yang bertindak sebagai penilai efektivitas dan
efisiensi program serta melaksanakan investigasi bila terjadi kecelakaan kerja untuk
dan atas nama pekerja yang terkena musibah kecelakaan kerja.
Inti dari terlaksananya K3 dalam perusahaan adalah adanya
kebijakan standar berupa kombinasi aturan, sanksi, dan keuntungan
dilaksanakannya K3 oleh perusahaan bagi pekerja dan perusahaan, atau dengan
kata lain adanya suatu kebijakan mutu K3 yang dijadikan pedoman bagi pekerja
dan pengusaha.
Berkaitan
dengan implementasi K3 dalam lingkungan perusahaan, upaya yang dilakukan pihak
pemerintah sebagai pembentuk regulasi adalah mewujudkan Jaminan Sosial
TenagaKerja (Jamsostek). Kepesertaan program Jamsostek bagi pekerja/buruh
bersifat wajib sekaligus merupakan hak yang harus dipenuhi oleh pemberi kerja
bagi para pekerjanya. Komponen yang termasuk dalam program ini terdiri dari
Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK), Jaminan Hari Tua (JHT),
serta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK).
Dalam praktiknya,
meski program Jamsostek dicanangkan sejak 1992, ternyata masih banyak
perusahaan dan pekerja/buruh yang belum terdaftar sebagai peserta program ini
sesuai ketentuan yang berlaku. Hal ini bertentangan dengan Pasal 29
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang
menyatakan bahwa setiap tenaga kerja berhak atas Jamsostek yang wajib dilakukan
oleh setiap perusahaan dan pelanggaran atas ketentuan ini akan dikenakan
sanksi.
Sementara
masih banyak perusahaan belum melaksanakan program Jamsostek, tenaga kerja yang
bekerja di sector informal/luar hubungan kerja, mulai digarap untuk menjadi
peserta program Jamsostek berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) beserta peraturan pelaksanaannya,
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 24 Tahun 2006 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Program Jamsostek bagi Tenaga Kerja yang Melakukan
Pekerjaan di Luar Hubungan Kerja, yang jumlahnya sangat besar dan memerlukan
perlindungan Sosial (social security).
Dalam praktik di lapangan, pelaksanaan program Jamsostek belum
berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya
tuntutan dan protes yang datang dari kalangan serikat pekerja, lembaga swadaya
masyarakat (LSM), anggota lembaga legislatif, serta elemen masyarakat lainnya
yang dialamatkan kepada pengusaha, PT Jamsostek, maupun instansi pemerintah di
bidang ketenagakerjaan.
Secara luas, berita-berita mengenai fakta tersebut dapat dengan mudah
diakses melalui media cetak dan media elektronik, baik nasional maupun daerah,
namun nampaknya belum juga ada perubahan signifikan yang menjadikan
penyelenggaraan Jamsostek lebih baik. Sebuah penelitian menunjukkan, jumlah
perusahaan wajib lapor di Sumatera Utara berjumlah sekitar 11.000 perusahaan dengan
jumlah pekerja/buruh sekitar 1.500.000 orang termasuk pekerja kontrak, pekerja
harian lepas, borongan, dan perusahaan kecil. Perusahaan yang terdaftar menjadi
peserta Jamsostek sampai dengan Agustus 2006 baru mencapai 6.537 perusahaan
atau 59,42% (aktif 4.092 perusahaan/37,2%, nonaktif 2.445 perusahaan/62,8%).
Sementara itu, jumlah peserta (pekerja/buruh) terdaftar adalah
1.039.958 orang (peserta aktif 37.320/24,82% nonaktif 667,638 orang/75,18%). Hal
tersebut menunjukkan bahwa persentase peserta aktif program Jamsostek masih
tergolong rendah dan tentunya amat merugikan para pekerja/buruh sehingga perlu
penanganan secara khusus. Demikian juga halnya dengan pelayanan kesehatan dalam
JPK, tidak sedikit pekerja dan keluarganya yang menyampaikan berbagai keluhan
atas pelayanan rumah sakit atau klinik yang menjadi penyedia layanan Jamsostek.
Tidak jarang peserta Jamsostek harus menanggung sendiri obat
yang dibutuhkan. Karena itu, banyak perusahaan yang keluar dari program Jamsostek
untuk melaksanakan sendiri pelayanan kesehatan melalui rumah sakit yang lebih
baik agar kesehatan pekerja mereka lebih terjamin dan dapat lebih produktif
dalam bekerja. Berdasarkan fakta tersebut di atas, bahwa PT Jamsostek belum
melaksanakan tugas sebagaimana mestinya, termasuk perkara dugaan korupsi yang
melibatkan oknum
Direktur PT Jamsostek dan pengelolaan keuangan yang tidak jelas,
terlihat bahwa PT Jamsostek belum berusaha secara optimal dalam meningkatkan
kesejahteraan pekerja/buruh. Hal tersebut di atas diungkapkan oleh Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno yang dengan tegas mengatakan bahwa
pemerintah akan segera mereformasi total PT Jamsostek menyangkut kepastian hak
pekerja/buruh dengan merevisi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.